hai, mas! (final)
Hai, mas! Apa kabar?
Terhitung berberapa bulan saling diburu asmara. Tergolong waktu yang menyenangkan untuk dibagi bersama. Berjalan beriringan, sesekali bergandeng tangan. Kadang kau di depan, kadang aku di belakang. Kau yang selalu humoris, aku hanya bisa meringis. Duh.. Aku jadi bingung ingin berkata apalagi. Sepertinya, sore kemarin, ah sudahlah.. Tak ada guna bermuram durja. Memang cerita kita tak selalu manis layaknya cerita dongeng atau drama sinetron. Tapi, toh, kita tetap menikmatinya. Atau aku saja yang menikmatinya? Hehe..
Mungkin ini jadi surat terakhirku untukmu. Terima kasih atas segala yang pernah tercacat. Sekarang tinta dalam pena sudah habis. Waktunya tutup buku. Tak ada cerita yang tak usai. Dan kau menyudahinya dengan indah. Di pelatar petang dengan segelas kopi beserta lisonglisong sisa kemarin, kita bercakap. Bertukar pandang dalam hening. Aku terlalu bisu untuk mengecup bibirmu sebagai tanda perpisahan. Kau begitu gesit mendekapku dalam salam terakhir. Kini, jalan yang kita lalui masih tetap sama -jalan Tuhan. Namun kita telah berjalan bersebrangan.
Baiknya buku ini ditutup dengan senyum dan doa yang baikbaik pada yang maha tinggi. Kau akan menulis di buku baru. Pun juga aku, mas. Semoga kita tetap dalam lindungan Tuhan selalu.
salam,
/perempuan dalam cerita lamamu/
Terhitung berberapa bulan saling diburu asmara. Tergolong waktu yang menyenangkan untuk dibagi bersama. Berjalan beriringan, sesekali bergandeng tangan. Kadang kau di depan, kadang aku di belakang. Kau yang selalu humoris, aku hanya bisa meringis. Duh.. Aku jadi bingung ingin berkata apalagi. Sepertinya, sore kemarin, ah sudahlah.. Tak ada guna bermuram durja. Memang cerita kita tak selalu manis layaknya cerita dongeng atau drama sinetron. Tapi, toh, kita tetap menikmatinya. Atau aku saja yang menikmatinya? Hehe..
Mungkin ini jadi surat terakhirku untukmu. Terima kasih atas segala yang pernah tercacat. Sekarang tinta dalam pena sudah habis. Waktunya tutup buku. Tak ada cerita yang tak usai. Dan kau menyudahinya dengan indah. Di pelatar petang dengan segelas kopi beserta lisonglisong sisa kemarin, kita bercakap. Bertukar pandang dalam hening. Aku terlalu bisu untuk mengecup bibirmu sebagai tanda perpisahan. Kau begitu gesit mendekapku dalam salam terakhir. Kini, jalan yang kita lalui masih tetap sama -jalan Tuhan. Namun kita telah berjalan bersebrangan.
Baiknya buku ini ditutup dengan senyum dan doa yang baikbaik pada yang maha tinggi. Kau akan menulis di buku baru. Pun juga aku, mas. Semoga kita tetap dalam lindungan Tuhan selalu.
salam,
/perempuan dalam cerita lamamu/
Komentar
Posting Komentar