/selarik pesan dini hari yg enggan terkirim secara utuh/
Belum tepat pukul tiga pagi. Tapi operator tiga sudah memberimu pesan singkat perihal kuotamu yg akan habis. Petang nanti sampai entah kapan, kita (sial! aku menyebut kata 'kita') harus dengan terpaksa puasa berpesan ria, sekedar melapor kabar, bercanda, kadang merayu jua memanja, atau hanya titik. Katamu, sebaiknya aku harus tidur, kuliah pagi nanti tak boleh terlupa. Padahal kantuk masih jauh bermain di luar mata. Masih ingin bercengkrama, mungkin. Atau bersenggama? Duh.. Kau, 'kan, jauh di sana!
Tidur. Belum tentu pulas. Terkadang nyenyak. Inginnya sih, merebahkan ragamu di atas ranjang tepat di sampingku, sembari menghujani kecup hangat yg bergairah, yg mesra, yg menggoda, yg menggiurkan. Sembari mendekap erat hingga kau sesak. Jika belum bisa malam ini, bolehlah bercumbu di mimpi.
Bukankah dunia imaji lebih intim?
Ayo, liarkan ranjang! Selamat rusuh di sanggar besok. Semangat! Doa baikku -semoga- selalu membututimu. Semoga mood Tuhan selalu asik dalam jalan takdirmu.
Aku sih, amin saja.
Pondok Labu, hari ke-16 pada September (yg katanya) ceria.
2.56 a.m
Tidur. Belum tentu pulas. Terkadang nyenyak. Inginnya sih, merebahkan ragamu di atas ranjang tepat di sampingku, sembari menghujani kecup hangat yg bergairah, yg mesra, yg menggoda, yg menggiurkan. Sembari mendekap erat hingga kau sesak. Jika belum bisa malam ini, bolehlah bercumbu di mimpi.
Bukankah dunia imaji lebih intim?
Ayo, liarkan ranjang! Selamat rusuh di sanggar besok. Semangat! Doa baikku -semoga- selalu membututimu. Semoga mood Tuhan selalu asik dalam jalan takdirmu.
Aku sih, amin saja.
Pondok Labu, hari ke-16 pada September (yg katanya) ceria.
2.56 a.m
Komentar
Posting Komentar