Teruntuk Perempuan Kedua Pilihan Kekasihku,
Selamat, cantik.
Kita telah dicintai oleh lelaki yang sama.
Bagaimana rasanya menikmati manis yang lancung?
Jujur saja, rasanya ada panah dewa cinta yang tersesat arah.
Sebaliknya, sebilah pedang malah menancap dan enggan lepas dari dasar perut.
Teruntuk perempuan kedua pilihan kekasihku.
Merapatlah padaku.
Mari kita berpahit-pahit ria di atas sekotak madu.
Sambil berbincang tentang sialnya jadi pilihan seorang pria.
Tentang hidup yang tak melulu pilihan.
Tentang hinanya jadi selipan hati seorang pria.
Bukankah kita perempuan diciptakan sebagai mahluk suci?
Naas sekali, ya.
Teruntuk perempuan kedua pilihan kekasihku.
Maaf jika masih terselip rasaku pada bibirnya.
Semoga itu tak membuatmu muak bercumbu dengannya.
Sungguh, tak sampai hati aku bermaksud begitu.
Jika kau berkenan, ada yang ingin kutanyakan.
Masihkah rasa bibirnya semanis filter rokok?
Masihkah baunya tertinggal di sekitar hidung setelah kalian bercumbu?
Masihkah bual rayunya bermain bebas di pekarangan duniamu?
Teruntuk wanita yg dikasihi pula oleh priaku.
Bagaimana rasanya menjadi sisi gelap dari bayang cintanya?
Atau adakah sedikit rindu yang selalu ia titipkan seusai senja menyingsing?
Hal yang sama selalu ia lakukan padaku, kekasihnya juga.
Teruntuk wanita yg bernasip sial samanya aku.
Tenang saja.
Pelangi masih cantik.
Dunia belum kiamat.
Mari, bersulang!
Kita telah dicintai oleh lelaki yang sama.
Bagaimana rasanya menikmati manis yang lancung?
Jujur saja, rasanya ada panah dewa cinta yang tersesat arah.
Sebaliknya, sebilah pedang malah menancap dan enggan lepas dari dasar perut.
Teruntuk perempuan kedua pilihan kekasihku.
Merapatlah padaku.
Mari kita berpahit-pahit ria di atas sekotak madu.
Sambil berbincang tentang sialnya jadi pilihan seorang pria.
Tentang hidup yang tak melulu pilihan.
Tentang hinanya jadi selipan hati seorang pria.
Bukankah kita perempuan diciptakan sebagai mahluk suci?
Naas sekali, ya.
Teruntuk perempuan kedua pilihan kekasihku.
Maaf jika masih terselip rasaku pada bibirnya.
Semoga itu tak membuatmu muak bercumbu dengannya.
Sungguh, tak sampai hati aku bermaksud begitu.
Jika kau berkenan, ada yang ingin kutanyakan.
Masihkah rasa bibirnya semanis filter rokok?
Masihkah baunya tertinggal di sekitar hidung setelah kalian bercumbu?
Masihkah bual rayunya bermain bebas di pekarangan duniamu?
Teruntuk wanita yg dikasihi pula oleh priaku.
Bagaimana rasanya menjadi sisi gelap dari bayang cintanya?
Atau adakah sedikit rindu yang selalu ia titipkan seusai senja menyingsing?
Hal yang sama selalu ia lakukan padaku, kekasihnya juga.
Teruntuk wanita yg bernasip sial samanya aku.
Tenang saja.
Pelangi masih cantik.
Dunia belum kiamat.
Mari, bersulang!
Komentar
Posting Komentar