Dua Perempuan Tanpa Lelaki
Aku pernah
mengenal dua perempuan yang besar tanpa sosok seorang lelaki pun. Mereka
menyusu dari ibu, makan dari ampas rahim yang tersisa, belajar merangkak,
berjalan hingga berlari dengan kakinya sendiri. Aku pernah mengenal dua
perempuan yang tumbuh tanpa sosok seorang lelaki pun. Tanpa ayah, tanpa kekasih
pria, tanpa suami. Manusia itu pernah mengecap putingnya yang bahkan ketika
putingnya belum tumbuh. Manusia sejenis itu pernah memerah keringatnya hingga
tetes penghabisan demi menumbangkan dahaga mereka. Sampai akhirnya manusia itu
pergi meninggalkannya kering kerontang seperti bangkai busuk.
Aku pernah
mengenal dua perempuan yang tumbuh besar tanpa perlu dikasihani oleh lelaki.
Manusia macam lelaki pernah dikenalnya dalam waktu yang suram. Sampai akhirnya
mereka sepakat menamakan lelaki dengan nama yang sama. Sampah. Dengan titik,
tanpa jeda.
Aku pernah
berbincang dengan dua perempuan yang rela berteduh di bawah awan hujan,
daripada duduk berpura-pura manis di dalam rumah dengan segala aksesori
kewanitaan yang dituntut oleh lelaki. Aku pernah melihat dua perempuan yang
rela bermandikan terik matahari lengkap dengan asap laknat jalanan, daripada
berpura-pura mengerang kenikmatan di atas ranjang, ditindih ganas oleh manusia
berjenis laki-laki.
Aku pernah
mengenal dua perempuan semacam itu yang dibuang dari adatnya. Dikucilkan karena
berdiri di atas kakinya sendiri, tanpa bergelayutan pada cucu Adam. Aku pernah
mengenal dua perempuan tersebut. Sangat mengenalnya, sampai-sampai aku
merasakan hal ia rasakan. Melihat apa yang ia lihat. Mendengar apa yang ia
dengar.
Iya, aku kenal
dengan perempuan itu.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus