tentang jakarta

jakarta. kota keras katanya. sepertinya sih demikian. mungkin orang-orang kota itu sudah terbiasa dengan pemandangan macet, asap kendaraan yang berkeliaran, para pengamen dan pengemis yang tumpah dijalan. orang-orang sudah mulai terbiasa dengan semua itu. dan mulai mengacuhkan. kehidupan yang kontras sudah awam terlihat. perumahan kumuh yang terhampar dipinggiran gedung pencakar langit. lapang gersang biasa anak-anak bermain sudah menjadi pemandangan langka. sedangkan mall-mall banyak berdiri gagahnya. sudah bukan jamannya lagi setiap sore anak kecil berlarian, saling berkejaran sembari menunggu senja tiba. sekarang mereka lebih cenderung berdiam diri, menenggelamkan kehidupannya pada teknologi yang super canggih. menggantungkan dirinya pada kemudahan yang kadang menyesatkan. mereka lebih banyak mengeluh, daripada berusaha. apa saya salah?
jakarta ku sayang, jakarta ku malang.
aku senang tinggal di kota besar ini. membuatku seakan menjadi orang besar jika kembali bertatap muka dengan kampung halaman. tapi saya lebih menyukai lamparan sawah di kampung. seperti karpet hijau besar. bukannya melihat mall yang letaknya berhadap-hadapan. seperti ingin berkelahi saja. aku bangga tinggal di kota megah itu. seperti menjadi orang yang serba tau tentang berita terkini, ketika berbicara pada orang kampung. tapi saya lebih senang melihat mereka yang bisa menghargai ilmu orang lain. orang yang berilmu disana mendapat ilmu dengan usahanya. bukan dengan hartanya seperti di kota ini. memangnya gelar merupakan barang dagangan?
setiap malam, ketika melawati jembatan di atas tol itu, aku menyadari betapa kerasnya jakarta. melihat para orang-orang gerobak beristirahat di pinggir jalan. terlihat santai seperti sedang selonjoran di teras rumah sendiri. para bayi yang terlelap tidur di-nina-bobo-kan deru bising kendaraan yang lalu lalang. anak kecil yang bermain dengan kepul asap mobil-mobil mewah. ya, memang jakarta terlalu keras mendidik mereka. sehingga aku tidak heran jika anak-anak itu akan menjadi preman jalanan. karna sedari kecil mereka sudah merasakan kerasnya jakarta. jika mereka tidak bisa menerima pelajaran dengan baik, nyawa menjadi taruhannya.
sekian.
dari aku,
untukmu, jakarta.

Komentar