sebulan sudah

dia berkata "dalam suatu kematian, pasti ada sesuatu mimik yang sedih. disisi lain, ada muka yang lebih sedih. lalu ada yang lebih sedih lagi. dari situ bisa dilihat, 'oh orang ini yang paling berduka'. bagaimana bisa tahu? dari mimiknya. dari gerak mukanya."
sungguh. dari kata-katanya, khayalanku sudah jauh melayang, berlari keluar kelas, terjun dari lantai 2, dan menembus gerbang sekolah. terbang menuju tanah sana. tanah mati disana. duduk termenung dipinggir gundukan tanah itu. di gundukan tanah dnegan tancapan kayu yang bertuliskan namanya. sebuah nama yang ku kenal baik. sebuah nama yang sangat-sangat ku tahu. wajahnya, sifatnya, wataknya. namun tidak untuk ceritanya, kisahnya, kehidupannya. bodoh sekali. bersandar di gundungkan tanah hijau damai itu. gundukan tanah dengan sepucuk bunga menghias. bisu. dingin.
dalam hati, "mas, apa kabar? guruku baru saja berbicara sesuatu. sesuatu tentang kenangan terakhir kita. dirumah sakit itu. dijalan menuju ruang operasi itu. wajhmu. ucapanmu. tatapanmu. sungguh. aku benar-benar mengenal kejadian itu. masih teringat jelas. sangat-sangat jelas.
"mas, waktu hari kepergianmu. semua kawanmu, saudaramu, temanmu, ibumu, kekasih hatimu, benar-benar mengangis. semua mata itu, benar-benar terbuka. semua muka yang kulihat, banyak bercerita. tentangmu, mas, dengan mereka. tentang betapa terkejut, sedih, kecewa, bingung, merana-nya mereka semua.
"mas, aku iri, benci, sirik, bingung, sedih, marah, pada diriku sendiri. banyak pertanyaan yang masih berlari-lari kecil dalam fikiran ini. bukan hanya otak, tapi seluruh hati dan perasaan. aku benar-benar tercebur jatuh. tapi bedanya, kini kau, wajahmu, kenanganmu sudah tidak dapat lagi hadir. untuk sekedar kutatap, ku jelajah, ku teliti, dan ku pelajari. semua itu sudah terkubur jauh dalam. dalaaaam sekali dibawah makammu.
"mas, setelah kepergianmu. banyak sekali yang berubah. mereka semua. yang pernah mengenalmu, mulai menjalani lagi kehidupannya. segelintir mereka yang ku kenal, mulai menatapku iba. memandangku curiga, lemah. mas, apa benar aku seperti itu? tapi, mereka benar-benar menatapku iba. IBA.
"mas, bagaimana suasana disana? disini aku sangat sibuk. sibuk menata ulang wajahku, mimikku, cara pandangku, pemikiranku, intonasiku. sibuk menata lemari yang berantakan. sibuk menggali semua kenanganmu, ceritamu. sesuatu yang banyak mereka banggakan.
"mas, baik-baik saja ya disana. sekian kunjunganku kali ini. mungkin lain waktu, aku akan kembali. atau menemuimu disana. bersama gundukan tanahku sendiri.
"mas, aku pergi dulu ya. selamat tinggal."
dalam sekejap kata, semua pandangan akan gundukan tanah sana, meluntur. tertarik dalam ruang hitam disana.
aku kembali kemari. ke atmosfer yang sangat ku kenal. padat, panas, dan membusuk. di meja ini, ku bersandar dengan kedua tangan yang sudah berlumuran darah hitam. tertunduk, diam, bisu. dan menangis.

senin
15 november 2010

Komentar