parodi kematian

Kasihan sekali nasip si acil. Beberapa pekan belakang, dia terjangkit virus flu. Mungkin karena terlalu sering keluar malam. Bahkan tidak pulang ke rumah. Pola makannya juga tidak teratur. Semakin hari, kondisinya semakin melemah. Badannya semakin habis dimakan penyakit. Dia tidak lagi selincah dulu, yang setiap harinya mengajak main tanpa kenal lelah. Sekarang dia lebih banyak diam. Duduk tenang mengatur nafas yang kian sulit. Intensitas bersinnya pun semakin sering. Lagi-lagi, dia lebih banyak diam. Melihat ubin yang melihatnya iba. Aku pun iba. Tak mengerti harus berbuat apa. Dia tak lagi mau makan. Minum pun jarang. Mungkin itu karena hidungnya sudah penuh ingus dan tak bisa lagi digunakan untuk bernafas. Memaksanya untuk bernafas lewat mulut. Kasihan acil...
Seingatku, diabelum genap tiga tahun. Masih begitu hijau. Tapi aku mencium bau kematian di dekatnya. Mungkin malaikat kucing pencabut nyawa sudah melayang-layang indah di sekitarnya. Hmm… kejamnya aku…
Seandainya itu terjadi, aku mungkin akan bersedih. Kehilangan kucing genit kesayanganku. Lekaslah sembuh, cil. Masih banyak hal yang ingin ku tau dari mu.
Kematian memang sesuatu yang pasti akan menimpa semua mahluk hidup. Tak terkecuali aku, nanti. Beberapa kali ku jumpai kematian seseorang. Seorang adik teman, kakek, tetangga, guru SMA, ayah seorang teman, ibunya, nenekku, hingga abang kandung. Ada banyak cerita di setiap kematian itu. Terumbar wajah-wajah sedih yang bercucuran air mata. Isak tangis para manusia-manusia berwajah topeng. Manusia yang berpakaian dosa, dan berdalaman pahala. Sewaktu kecil, kematian bagiku hanya acara mengumbar tangis.
Beranjak umurku yang semakin bertambah, aku mulai paham rasanya. Di setiap kematian selalu ada senyum busuk yang bersembunyi pada linang air mata. Kedengkian yang bermetamorfosa menjadi haru dan iba. Pada setiap kematian, pasti terdapat sebuah layar besar, dimana akan diputar sebuah film dokumenter perjalanan si mayat selama hidupnya. Layar yang diminimaliskan menjadi mulut-mulut yang sibuk berkisah bak seorang pendongeng. Di setiap pesta kematian, selalu ada kenangan, kisah haru-biru yang tekuak. Muncul dari dasar kubur ingatan para manusia itu. Pada tiap pesta kematian, si mayat yang terbujur kaku dalam peti matilah yang mejadi artis papan atas. Di kenang kembali semua perjalanan hidupnya. Entah sedih, tawa, senang, iba, kehilangan, atau sesal yang ada di hati mereka. Di tiap kematian, selalu ada cerita. Setiap kematian, menjadi sebuah reuni besar para kerabat, saudara, keluarga, kawan, bahkan musuh si mayat. Intinya sama. Memberikan penghormatan terakhir. Terakhir.
Mungkin, di tiap pesta kematian, ada jiwa-jiwa sepi yang terluka atas perginya si mayat ke liang lahat. Ya, kadang, pada pesta kematian, ada jiwa-jiwa pasrah dan terpuruk di sana. Melihat butiran-butiran tanah menumpuk yang menjadi selimut terakhir bagi si mayat. Tentu saja. Kematian merupakan panggung sandiwara yang hebat! Pada kematian, kita temukan memori-memori pahit yang akan terasa manis, dan mengiris. Sebuah lembar kisah yang sempat terlupakan. Potongan-potongan imaji. Pada kematian, kita temukan sebuah kehilangan yang abadi.
Bagaimanapun juga, kematian hanyalah bonus dari akhir kehidupan.
Kematian merupakan sebuah parodi yang sangat lucu.

5.37 p.m
6 desember 2012

Komentar